Di keluarga saya, nama saya adalah yang terpanjang. Tita Husnul Sri Khotiah, Tita memiliki arti sebagai sebuah gelar yang terhormat, Sri dari bahasa jawa yang berarti cantik, dan Husnul yang berarti baik, nama yang sangat saya syukuri karena merupakan rangkaian doa indah yang diberikan orang tua saya.
Tumbuh dilingkungan yang cukup ramai dan berdekatan dengan sanak saudara membuat masa kecil saya sangat menyenangkan. Saya masuk sekolah dasar saat usia saya belum genap lima tahun. Orang tua saya bercerita bahwa saat saya berumur dua tahun saya kabur dari rumah dengan menggunakan seragam sekolah dasar, dan semenjak saat itu saya selalu merengek untuk disekolahkan. Dan saat saya menginjak usia lima tahun orang tua saya pun menyerah dan mendaftarkan saya ke sekolah dasar di dekat rumah. Setiap selesai sekolah saya selalu bermain bersama teman-teman sekolah, saya sering main di sawah bersama yang lainnya karena daerah tempat saya tinggal adalah daerah pedesaan yang cukup asri. Dari sawah temapmat saya bermain saya dapat melihat gunung-gunung yang mengelilingi kota bandung, pemandangan yang sangat indah.
Di sekolah dasar saya bukan murid yang menonjol, dan tidak memiliki prestasi yang cukup baik untuk mendapat hadiah setiap kenaikan kelas, tapi nilai-nilai saya juga tidak pernah mendapat angka merah, dan saya bisa dibilang anak yang malas belajar. Namun semenjak masuk sekolah menengah pertama saya mulai mencoba untuk mengatur waktu belajar setiap pulang sekolah, dan disemester pertama saya langsung mendapat peringkat kedua dikelas. Mendengar nama saya dipanggil sebagai peringkat kedua dikelas sangat mengejutkan, mengingat saya tidak pernah masuk peringkat 10 besar selama di sekolah dasar. Selama di sekolah menengah pertama saya bisa dibilang siswa yang ‘eksis’ dengan dikenal banyak guru, menjadi anggota OSIS, mengikuti beberapa ekstrakuliler seperti kesenian, keputrian, pramuka, dan lain-lain. Prestasi saya dikelaspun cukup memuaskan, saya tidak pernah keluar dari peringkat lima besar.
Lulus dari sekolah menengah pertama, saya lanjutkan di sekolah menengah atas swata yang berbasis agama islam. Di SMApun saya tetap mengikuti OSIS, ekstrakulikuler paduan suara, majalah sekolah, english conversation club, dan IRM (ikatan remaja mesjid), sampai saya mengikuti audisi untuk paduan suara pemerintah daerah kabupaten Bandung dan saya lolos bersama dua teman lainnya.
Di bandung, setiap perayaan hari kartini selalu ada pemilihan “mojang-jajaka” (semacam pemilihan abang-none di jakarta). Saat peringatan hari kartini tahun 2008 (saya duduk dikelas 2) saya menjadi perwakilan dari kelas saya untuk mengikuti pemilihan “mojang-jajaka” sekolah, dan saya terpilih sebagai mojang sekolah. Semenjak mendapat gelar sebagai “mojang” sekolah, saya sering ditunjuk oleh kepala sekolah untuk mengikuti seminar-seminar pendidikan. Banyak ilmu dan pengalaman-pengalaman menarik yang saya dapat, saya juga mendapat banyak teman. SMA sangat menyenangkan, apalagi semenjak saya ditunjuk untuk menjadi ketua ekstrakulikuler ECC (english conversation club). Selama di SMA saya sangat menyukai pelajaran fisika, itu membuat saya bercita-cita untuk melanjutkan kuliah di ITB setelah lulus. Saat itu saya ingin masuk jurusan Geodesi yang banyak mempelajari ilmu fisika dan ilmu ukur. Setelah lulus saya mencoba ujian masuk ITB namun tidak lolos, dan saya mencoba lagi melalui jalur SNMPTN, hasilnya tetap sama.
Apakah Gunadarma merupakan pilihan saya? Jawabannya adalah “bukan”.
Karena setelah lulus saya hanya ingin berkuliah di ITB, saya tidak memilih universitas swasta sebagai kemungkinan lain. Dan saat hasil tesnya menyatakan saya tidak lolos, orang tua saya tidak tahu harus mendaftarkan saya ke universitas swasta yang mana. Dan saat itulah saya diminta untuk tinggal di Depok bersama kakak perempuan saya yang baru menikah, dan kakak saya mendaftarkan saya di Universitas Gunadarma Depok karena lokasinya yang sangat dekat dengan rumah.
Dan, disinilah saya sekarang sebagai mahasiswa Universitas Gunadarama jurusan Sistem Informasi angkatan 2009.
0 Comment:
Posting Komentar