Pages

Subscribe:

Rabu, Mei 30, 2012

Resensi Novel Berjudul “Twivortiare”


Penulis : Ika Natassa
Halaman : 283
Penerbit : Self Publishing by Nulisbuku
Alexandra is back. Melalui account twitter @alexandrarheaw, Alex menceritakan pernikahan keduanya dengan dr. Beno Wicaksono. Seperti yang sudah diceritakan di novel prekuelnya, Divortiare, Alex dan Beno pernah menikah. Tapi, karena kesibukan masing-masing (Beno sebagai dokter jantung dan Alex sebagai karyawati sebuah bank) membuat komunikasi di antara mereka tidak berjalan dengan baik. Ketika Alex meminta cerai, Beno dengan tanpa usaha mengiyakan permintaan Alex (hal yang kemdian meyakinkan Alex bahwa Beno tidak benar-benar mencintainya). Singkat cerita, di akhir kisah Divortiare, Alex dan Beno sama-sama merasakan masih ada cinta di antara mereka. Apakah mereka kembali menjadi pasangan?
Pertanyaan itu terjawab di Twivortiare. Alex dan Beno menikah untuk kedua kalinya, setelah 8 bulan berpacaran. Kali ini, Alex membuat Beno berjanji supaya tidak melepaskannya apapun permintaan Alex nantinya. Alex juga meminta perhatian penuh dari Beno, dan tidak menjadikannya sebagai hal kedua setelah pekerjaannya.
Walaupun diceritakan dari sudut pandang Alex (apalagi hanya lewat rangkaian tweets yang maksimal cuma 140 karakter tiap paragraph). Dan dalam pernikahan kali ini, tetap saja Alex dan Beno “rajin” bertengkar. Mengapa saya bilang rajin? Soalnya pertengkaran mereka di dalam buku Twivortiare ini ga jauh-jauh dari masalah cemburu, kurang perhatian,dan miskomunikasi. Beno cemburu dengan Adrian, nasabah Alex; Alex cemburu pada  Rania, kolega Beno sesama dokter. Alex masih merasa Beno kurang perhatian, dan Beno menganggap Alex sulit dimengerti. Ketika Beno meminta Alex untuk “wajib lapor”, Alex merasa seperti terpenjara.
Mengutip apa yang dikatakan Alex lewat twitternya (saya lupa persisnya kalimatnya seperti apa) bahwa pernikahan kedua ini membuat mereka sangat berhati-hati untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan sebelumnya. Mereka berusaha untuk terus berkomunikasi, baik itu lewat telepon, BBM, maupun Skype ketika mereka harus berjauhan. Tindakan berhati-hati itu membuat Alex dan Beno selalu membuat kesepakatan yang mengharuskan yang satu menuruti yang lain supaya mereka tetap berdamai. Dan terus menerus berada dalam situasi win-lose solution itu tentu saja melelahkan. Tidak heran, ketika mereka menemukan jalan buntu berkomunikasi, Alex memilih untuk menghindar, sementara Beno merasa Alex bersifat kekanak-kanakan.
Satu hal lagi yang menjadi “masalah” dalam rumah tangga mereka adalah ketidak hadiran seorang anak. Selain jengah ditanya terus menerus oleh keluarga besar mereka, satu sama lain merasa dalam ketakutan akan mengecewakan pasangan mereka karena Alex tidak kunjung hamil.
Terlepas dari segala konfilk yang dialami oleh Alex dan Beno, saya sangat salut Ika Natassa mampu menghidupkan kembali karakter Alex lewat @alexandrarheaw. Dan bukan hanya Alex, kehadiran orang-orang di sekitar mereka juga tetap hidup walaupun semua hanya bisa dilihat lewat sudut pandang Alex. Satu-satunya karakter yang hadir adalah @winasoedarjo, sahabat Alex yang selalu menjadi tempat curhat Alex. Dialognya masih banyak berbahasa Inggris khas Ika, dan sedikit istilah perbankan. Typo masih ada, tapi wajarlah karena self publishing. Mungkin nanti kalau diterbitkan oleh Gramedia, typo-nya bisa berkurang.
Mengenai sampulnya, yang sudah pernah membaca Divortiare pasti familiar dengan kardus bertuliskan His dan Hers. Kali ini ditambah dengan si burung biru-nya twitter. Saat membaca halaman awal dari novel ini saya sempat berpikir, mereka kan sudah tinggal bersama, tapi kenapa kardusnya masih terpisah seperti di Divortiare. Ternyata setelah saya selesai membaca novel ini saya menarik kesimpulan sendiri soal kardus itu. Biarpun mereka sudah tinggal seaatap, tapi tetap saja masih ada dua kepentingan dan kepribadian yang belum sepenuhnya terbuka satu sama lain. Baik Alex dan Beno masih mengkotak-kotakkan diri mereka dalam pernikahan ini.


| Free Bussines? |

0 Comment:

Posting Komentar