Pages

Subscribe:

Sabtu, November 13, 2010

Konflik Antar Organisasi

Latar Belakang
Corak majemuk yang ada pada masyarakat di Indonesia membawa konsekuensi tersendiri dalam kehidupan sosial antar suku bangsa yang ada di dalamnya. Beraneka ragam corak kebudayaan yang dimiliki sukubangsa-sukubangsa di Indonesia terjalin dalam suatu struktur interaksi yang merupakan perwujudan dari hubungan antar sukubangsa tersebut yang selanjutnya menciptakan dan memantapkan batas-batas sosial antara satu suku bangsa dengan sukubangsa lainnya dan merupakan pembeda satu kebudayaan sukubangsa..
Pengaktifan sentimen kesukubangsaan dapat berguna dalam rangka menciptakan solidaritas sosial yang melibatkan sukubangsa yang bersangkutan untuk dipertentangkan dengan warga dari sukubangsa lainnya ketika terjadi persaingan dalam perebutan suatu sumber rejeki dan pengalokasian pendistribusiannya, atau untuk mempertahankan serta memperjuangkan kehormatan sukubangsanya yang dianggap telah dirusak oleh pihak lawannya. Sebuah isue tentang penodaan kehormatan sukubangsa oleh sukubangsa lainnya dapt diaktifkan ketika warga suatu sukubangsa merasa bahwa mereka telah diperlakukan tidak adil dalam suatu penyelesaian pertengkaran atau ”aturan main” yang berlaku telah dimanipulasi oleh sukubangsa pihak lawannya tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku, atau tidak ketat sanksi-sanksinya sehingga hal tersebut dapat memperjelas dan mempertajam batas-batas di antara sukubangsa yang dapat dinilai sebagai potensi-potensi konflik antar sukubangsa. Potensi konflik dimaksud dapat terwujud sebagai konflik apabila ada pemicunya, yang biasanya dimulai oleh pihak warga sukubangsa yang merasa dirugikan oleh suatu perbuatan yang tidak adil yang dilakukan oleh pihak lawannya yang kemudian dilihat dalam suatu kerangka yang lebih bias dengan mengacu pada stereotip serta prasangka yang dimiliki oleh pihak sukubangsa yang dirugikan.


Konflik merupakan dampak dari kepentingan, baik kepentingan individu yang dipimpin maupun pemimpin. Disadari atau tidak, ketika bergabung dalam sebuah organisasi, setiap individu mempunyai kepentingan tertentu yang ingin dicapai pada saat bergabung dengan organisasi. Disamping bahwa ada kepentingan organisasi, yakni visi, yang harus sejalan dan selaras dengan pemikiran individu yang bergabung dengan organisasi. Kepentingan merupakan salah satu faktor dominan yang menjadi akar pemicu konflik. Misalnya dalam sebuah organisasi kampus, setiap individu yang bergabung mempunyai angan-angan tertentu yang ingin diraihnya. Dan ketika angan-angan dan harapan tersebut perlahan-lahan hilang, maka individu yang bersangkutan akan surut semangatnya di organisasi itu. Konflik juga bersinggungan dengan peran. Peran yang dijalani setiap individu (baik pemimpin maupun yang dipimpin) bisa saja bertentangan dengan keinginan pribadi yang bersangkutan.


Pemicu terjadinya Konflik
Hanya ada dua posisi seseorang dalam sebuah organisasi, yakni dipimpin dan memimpin. Baik organisasi berskala mikro (contohnya Yayasan, LSM, Industri Kecil dan Menengah, dan organisasi kampus) maupun organisasi berskala makro (contohnya perusahaan-perusahaan besar misalnya Astra, IBM, Wall-mart), tidak bisa terlepas begitu saja dengan pola sistematik yang ada di organisasi. Begitu juga halnya dalam Islam. Seorang ulama adalah pemimpin muslim lainnya dalam koridor Islam sebagai organisasinya. Organisasi adalah sebuah sistem yang berfungsi sebagai wadah interaksi antar manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang pemimpin merupakan tonggak ujung yang akan mengarahkan agar tujuan organisasi tercapai. Pemimpin mempunyai power yang tidak dimiliki oleh orang yang dipimpin. Power tidak dapat tumbuh begitu saja. Power merupakan kekuatan untuk mengelola dan mengatur organisasi. Beberapa ahli berpendapat bahwa kemampuan seseorang dalam memimpin adalah sebuah kemampuan alami secara genetik, yang tidak bisa diajarkan. Akan tetapi tidak semua orang berpandangan sama. Kemampuan seseorang untuk menjadi pemimpin dapat dipelajari baik di lingkungan pendidikan maupun terjun langsung di lapangan.
Proses seseorang dalam menjalankan kepemimpinanya di organisasi tidak akan berjalan dengan linier. Rumus matematik saja sejatinya belum cukup untuk memodelkan pola kepemimpinan dan daur hidup organisasi. Banyak permasalahan-permasalahan internal yang oleh sebagian besar organisasi tidak dapat diungkapkan sebagai permasalahan organisasi. Beberapa ahli organisasi dan konsultan menyebutnya sebagai organisasi yang sakit. Keengganan pemimpin untuk mengakui dan mengungkap permasalahan internal organisasi bisa menjadi efek bola salju. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa semua organisasi mempunyai permasalahan internal. Dan proses penyelesaiaan secara benar bukan satu-satunya indikator berhasil tidaknya organisasi dalam mencapai visi dan tujuannya. Yang lebih utama adalah hasil atau output. Indikator tersebut merupakan indikator yang paling valid dari indikator-indikator lain untuk mengukur tercapainya visi dan tujuan organisasi. Misalnya ketika terjadi permasalahan internal di sebuah lembaga pendidikan. Solusi-solusi akan datang silih berganti dan tumpang-tindih untuk mencoba menengahi dan menyelesaikannya. Namun, yang perlu diperhatikan justru sejauh mana hasil atau output lembaga pendidikan tersebut dalam hal kualitas. Karena bisa saja yang terjadi dengan adanya permasalahan internal atau konflik itu, dapat menjadikan pelajaran yang berharga bagi pengelola lembaga pendidikan dan memicu produktivitas. Hal ini sesuai dengan penjelasan di atas bahwa siklus organisasi sejatinya tidak ada yang linier, akan tetapi penuh dengan kondisi probabilistik.
Contoh Konflik Antar Suku
Kejadian perusakan rumah milik RONAL BUNTULOMBO oleh FIFIT YUDIANTO dkk dilatarbelangi adanya peristiwa sebelumnya yaitu pada hari Rabu tanggal 25 Maret 2009 kurang lebih pukul 00.00 Wib, teman dari FIFIT YULIANTO yang bernama IBNU MUBARAK sedang berlatih
standing style / free style menggunakan sepeda motor di depan rumah
kontrakan FIFIT YULIANTO di perumahan Istana Dewandaru Kav 1 Kota Malang dengan disaksikan oleh FIFIT YULIANTO dan sembilan orang temannya yang lain, yaitu GANIS SAMSIDAR, SYARIF HIDAYAT, ZAINAL FATAH, FITRAH HARIANSYAH, SALIM, AHMAD FARUK, AKHMAD SUBAKTI, TRI FAJAR WAHYUDI dan ANSARUL FATAH, yang kesemuannya adalah bersukubangsa Madura dan sebagai mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Kota Malang, antara lain, Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah, Universitas Widyagama dan Universitas Negeri Malang.
Selanjutnya FIFIT YULIANTO dkk tersebut didatangi oleh RONALD BUNTULOMBO dan tujuh orang temannya yaitu NATHAN INDRA SARANGA, SUPRIANTO PANCA KENDEKALLO, JUANKY GEORGE
PATANDUK, FRANSISKUS BUDI ADE IRAWAN, RICHARD LOSA, MICHAEL INSANI dan DIRTO PRAYUDI, yang kesemuanya adalah suku Toraja sebagai mahasiswa dan PNS di Kota Malang, dalam rangka mengingatkan IBNU MUBARAK agar tidak berlatih standing style di kawasan perumahan tersebut karena sudah tengah malam dan suara sepeda motornya sangat mengganggu warga sekitar.
Menurut keterangan yang diberikan kepada penyidik Polresta Malang versi RONALD BUNTULOMBO dkk bahwa mereka mengingatkan IBNU MUBARAK dkk dengan cara yang sopan, namun menurut versi FIFIT YULIANTO dkk tidak demikian, yaitu pada saat RONALD BUNTULOMBO mengingatkan IBNU MUBARAK, maka IBNU MUBARAK dapat menerimanya dan meminta maaf kepada RONALD BUNTULOMBO dkk yang merasa terganggu tetapi sesaat sambil meninggalkan tempat berkumpul IBNU MUBARAK dkk kemudian beberapa teman RONALD BUNTULOMBO meneriakkan kata-kata kasar khas Toraja”cukimai” kepada IBNU MUBARAK dkk yang disertai dengan lemparan botol dan benda keras ke arah IBNU MUBARAK dkk.
Selanjutnya FIFIT YULIANTO dkk mendatangi rumah RONALD BUNTULOMBO dengan membawa clurit, batu serta tongkat kayu untuk melakukan perusakan di rumah tersebut serta bermaksud melukai bahkan mengancam membunuh RONALD BUNTULOMBO dkk.
Tidak lama berselang setelah kejadian perusakan tersebut, Polisi melakukan penangkapan terhadap FIFIT YULIANTO dkk berdasarkan laporan dari RONALD BUNTULOMBO yang pada saat kejadian berada di rumah RICHARD LOSA. Namun seiring dengan berjalannya proses penyidikan perkara dimaksud, terjadi perdamaian antara kedua pihak tersebut yang melibatkan para tokoh dari masing-masing perkumpulan warga sukubangsa Madura dan Toraja di Kota Malang yang difasilitasi oleh pihak kepolisian.
Semboyan negara kita Bhinnekka Tunggal Ika merupakan cerminan kenyataan aktual dari masyarakat Indonesia yang terdiri atas lebih dari 500 sukubangsa yang masing-masing memiliki jatidiri sukubangsa dan kebudayaan. Tidak dapat dipungkiri, kemajemukan bangsa Indonesia bagaikan pedang bermata dua, yang pada satu sisi dapat teraktivasi sebagai faktor pemersatu namun di satu sisi lainnya dapat menyebabkan perpecahan.
Berdasarkan contoh riil kejadian diatas, dapat dilihat bahwa kekentalan aroma kesukubangsaan yang dipandang secara sempit oleh FIFIT YULIANTO dkk yang mengutamakan jatidiri sukubangsa Madura telah menjadi pemicu konflik tersebut yang menjadikan mereka lupa pada jatidiri yang lebih besar sebagai bangsa Indonesia, yaitu jatidiri nasional yang memandang bahwa adanya kenyataan berupa perbedaan dalam keanekaragaman sukubangsa-sukubangsa di Indonesia namun tetap satu jua dalam semangat negara kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga dalam kejadian tersebut terdapat kenyataan bahwa ternyata Bhinneka Tunggal Ika belum sepenuhnya mendarah daging pada diri sebagian warga negara Indonesia tersebut yang mengutamakan primordialisme kesukubangsaannya dalam menyelesaikan permasalahan.
Terjadinya perdamaian pada konflik antar sukubangsa yang telah terwujud dalam sebuah konflik fisik tidaklah mudah sehingga perlu adanya campur tangan pihak ketiga yang memiliki kapabilitas sebagai orang atau badan organisasi yang dihormati dan dipercaya kesungguhan hatinya serta ketidakberpihakannya terhadap kedua belah pihak yang terlibat konflik.
Peran selaku pihak ketiga dimaksud dapat dilakukan oleh Polri sebagai ”juru damai” dalam rangka mewujudkan situasi yang kondusif dalam hubungan antar sukubangsa dengan memberi kesempatan terjadinya perdamaian dimaksud seiring berjalannya proses penyidikan yang dilandasi pemikiran pencapaian hasil yang lebih penting dari sekedar proses penegakkan hukum berupa keharmonisan hubungan antar sukubangsa yang berkesinambungan. Dalam hal ini, Polri dapat menerapkan metode Polmas dengan melibatkan para tokoh dari masing-masing sukubangsa Madura dan Toraja yang merupakan Patron dari kedua belah pihak yang terlibat konflik yang tujuannya adalah agar permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan secara arif dan bijaksana oleh, dari dan untuk kedua sukubangsa dimaksud termasuk dalam hal menghadapi permasalahan- permasalahan lainnya di waktu yang akan datang.





| Free Bussines? |

0 Comment:

Posting Komentar